top of page

#MenjagaIndonesia: 75 Tahun Merdeka, Kok Masih Rajin Korupsi

18 Jan 21 | 17:07

Amelia Rosary

Semua orang bisa bantu berantas korupsi

#MenjagaIndonesia: 75 Tahun Merdeka, Kok Masih Rajin Korupsi

Dalam rangka merayakan HUT ke-75 RI, IDN Times mengadakan sebuah kampanye yang berjudul #MenjagaIndonesia. Diramaikan dengan serangkaian webinar spesial, episode ke-6 webinar #MenjagaIndonesia mengangkat tema “#MenjagaIndonesia: 75 Tahun Merdeka, Kok Masih Rajin Korupsi”. Faisal Basri (Ekonom Senior), Gustika Jusuf-Hatta (Peneliti Independen dan Aktivis), dan Lili Pintauli Siregar (Pimpinan KPK RI) hadir sebagai pembicara.

 

1. Skor indeks persepsi korupsi Indonesia membaik

 

Belakangan ini, sistem pencegahan dan penindakan tindak korupsi oleh KPK dinilai tak optimal. Membantah hal tersebut, Lili selaku Pimpinan KPK RI menyatakan, “Kita bisa lihat bahwa tren semakin mengarah ke kebaikan. Skor indeks persepsi korupsi Indonesia saat ini berada di angka 40, dengan nilai tertinggi 100. Namun, perlu diingat, angka ini juga dipengaruhi oleh usaha bersama: pihak swasta, aparat penegak hukum.”

 

Ia melanjutkan perbincangan di sore itu dengan menjelaskan beberapa dampak korupsi. “Korupsi itu merusak demokrasi, meruntuhkan hukum, dan, lebih luas lagi, menurunkan kualitas hidup masyarakat. Mengapa? Sebab pembangunan macet. Ini tugas KPK untuk memberantas, kemudian melaporkan pada DPR, presiden, dan BPK. Tanggung jawab pada publik dilakukan dengan diadakannya audit kinerja,” katanya.

 

Menurut catatan KPK, korupsi kerap kali terjadi di perusahaan swasta, badan legislatif, penyelenggara daerah, termasuk kepala daerah. Lili menjelaskan, “Bagaimana masyarakat bisa hidup sejahtera bila orang di balik kebijakan penganggaran juga korupsi? Semua hal terkait birokrasi perizinan ini yang berbelit-belit.”

 

Berbicara mengenai pemberantasan korupsi, Lili menyebutkan, “Kolaborasi pencegahan tindak pidana korupsi ini bisa dilakukan bersama. Anak muda bisa jadi penggeraknya. Melakukan demonstrasi dengan baik, misal, atau menggunakan alat teknologi buat monitoring: membaca anggaran, memahami bagaimana cara melakukan audit sosial, memantau medsos.”

 

2. Korupsi itu diberantas dulu baru dicegah

 

Pada tahun 1995, Indonesia merupakan negara terkorup di dunia. Sejak tahun 2018, peringkat kita naik sebesar 50%. “Artinya KPK on the right track. Namun, perlu diingat bahwa pada 2018 pulalah, kita masih menjadi negara paling korup di Asia Pasific, hanya mengalahkan Vietnam dan Kamboja,” tegas Faisal, Ekonom Senior Indonesia. 

 

KPK dianggap menghambat investasi, penetapan status tersangka yang tanpa kepastian dan berlarut-larut menjadi momok bagi investor. “Katanya, KPK wajib dilemahkan. Padahal, survey kalangan dunia usaha menyatakan bahwa yang paling melemahkan investasi bukanlah isu ketenagakerjaan atau pajak, tapi korupsi. Logikanya, kok tidak malah diintensifkan. Lha kok malah dikubur,” jelasnya.

 

Maka dari itu, keluarlah Omnibus Law, di mana segala sesuatu yang menghambat investasi harus dienyahkan. “Oligarki ini tak ingin KPK kuat seperti dulu. Cukup banyak UU yang dibuat oleh para koruptor, jadi mereka lebih leluasa untuk korupsi dan memengaruhi UU. Misal, harusnya anggota DPR tak boleh jadi komisaris, tapi ngeyel. Akhirnya, muncullah conflict of interest,” kata Faisal.

 

Korupsi itu, bagi Faisal, harus diberantas dulu, baru dicegah. Ia mengucapkan, “Pemberantasan itu malah nomor satu一lha kasat mata, kok. Pencegahan baru dilakukan nomor dua. Diharapkan, media millennial seperti IDN Times, misal, dapat dengan sigap dan kritis membantu KPK, terutama dalam hal pengawasan, ya.”

 

3. Anak muda bisa apa?

 

Gustika, seorang Peneliti Independen dan Aktivis memilih untuk menanggapi dengan realistis. “Kalau dibilang generasi saya, generasi millennial, adalah generasi pembawa harapan baru bagi Indonesia, yah, tidak bisa 100% dibilang begitu juga. Soalnya, menurut saya, selalu ada peran antagonis di tiap cerita. Oleh karenanya, yang kami harapkan adalah munculnya cara-cara baru untuk memberantas korupsi,” terangnya.

 

Diberlakukannya transaksi digital atau ditemukannya inovasi untuk melacak alokasi anggaran, kata Gustika, bisa saja dijadikan cara untuk memberantas korupsi dalam waktu dekat ini. “Korupsi bukan masalah uang saja, tapi juga kepribadian dan sikap. Edukasi itu penting, guilty feeling harus dimunculkan. Akuntabilitas harus selalu ditingkatkan,” ucap Gustika. 

 

Memerhatikan ketertarikan millennial dalam menginisiasi startup, Gustika pun berpesan, “Harus disadari bahwa dalam tiap organisasi, potensi-potensi korupsi itu pasti selalu ada. Kita harus aktif memerangi korupsi dari dalam.” Selain itu, korupsi juga bisa dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat yang berbasis pendidikan, riset, dan karya tulis. 

 

Intinya, memberantas korupsi harus dimulai dari diri sendiri. #MenjagaIndonesia memerlukan integritas yang tinggi. Bila sudah memilikinya, tularkan semangat positif tersebut pada keluarga, kelompok, dan komunitas. Tambah kapasitas diri, pelajari hal-hal baik, berkolaborasi lah bersama seluruh elemen bangsa.

bottom of page